Ketika sebagian besar penduduk Indonesia berada pada usia produktif, pemerintah harus memastikan generasi berikutnya tumbuh sehat, cerdas, dan berdaya saing. Untuk mewujudkan hal itu, kunci keberhasilannya terletak pada kualitas pengasuhan anak sejak usia dini.
Hal tersebut disampaikan oleh Hemiliana Dwi Putri, S.Psi., Psi, Penata Kependudukan dan Keluarga Berencana Ahli Madya pada Direktorat Bina Ketahanan Keluarga Balita dan Anak, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN mewakili Plh. Deputi Bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga, dr. Irma Ardiana, MAPS, pada kegiatan Ruang Belajar TAMASYA Seri 1 Tahun 2025 bertema “Tata Laksana Gangguan Pertumbuhan Anak.”
Kegiatan yang berlangsung pada Selasa (14/10/2025) tersebut diselenggarakan secara hybrid di Kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, dan melalui Zoom Meeting. Dihadiri lebih dari seribu peserta dari berbagai daerah, kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah memperkuat sistem pengasuhan anak di era bonus demografi.
Acara ini juga menjadi ruang belajar bagi para pengasuh Tempat Penitipan Anak (TPA) di seluruh Indonesia untuk memperkuat kemampuan dalam mendeteksi dan menangani kasus gangguan pertumbuhan anak usia dini.
Program Ruang Belajar TAMASYA merupakan bagian dari inisiatif Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA) yang dikembangkan Kemendukbangga/BKKBN sebagai bentuk dukungan terhadap keluarga, khususnya bagi para orang tua bekerja. Hingga September 2025, tercatat 3.202 TPA/TAMASYA telah masuk dalam basis data Kemendukbangga/BKKBN — jumlah besar yang menjadi potensi strategis untuk memperluas layanan pengasuhan anak yang aman, ramah anak, dan berkualitas.
Melalui kegiatan ini, Kemendukbangga/BKKBN berupaya memperkuat kapasitas pengasuh agar mereka mampu menjadi bagian dari sistem rujukan dan pendampingan tumbuh kembang anak di tingkat komunitas.

• Pencegahan Dini Lebih Efektif
Kegiatan seri pertama ini menghadirkan para pakar dari Rumah Sakit Akademik Universitas Gadjah Mada (RSA UGM) bersama Tim Penyaji TAMASYA dari TPA Terpadu Buah Hati, Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah. Tim ini terdiri dari Nurul Azizah, S.E. (Pengelola TPA TAMASYA Buah Hati), Rizky Lailatul Oktavia, A.Md.Kep. (PKB Kecamatan Selat), dan Sunanti, A.Md.Keb. (Bidan Puskesmas Melati).
Tim penyaji ini merupakan tim terpilih dari hasil seleksi yang diawali dengan pengajuan usulan tata laksana kasus oleh perwakilan BKKBN Provinsi. Usulan tersebut kemudian diseleksi oleh tim pakar RSA UGM untuk dipresentasikan dalam Ruang Belajar TAMASYA. Proses ini tidak hanya memperkuat jejaring antarprovinsi, tetapi juga menjadi ajang berbagi praktik baik dan pembelajaran nyata di lapangan.
Kasus yang disajikan oleh TPA Terpadu Buah Hati mengangkat pengalaman menangani seorang anak berusia 1 tahun 3 bulan dengan gejala pertumbuhan lambat akibat pola makan yang tidak sesuai usia. Dari kasus tersebut, pengasuh dibimbing untuk melakukan pemantauan berat dan tinggi badan anak secara rutin, mengenali gejala gizi kurang, serta membangun kolaborasi bersama bidan, penyuluh KB, dan puskesmas setempat agar penanganan berlangsung komprehensif.
Dalam paparannya, dr. Ristantio Sukarno, M.Kes., Sp.A, dari RSA UGM menegaskan bahwa gangguan pertumbuhan tidak cukup diatasi hanya dengan pemberian makanan tambahan, tetapi memerlukan pemantauan dan pendampingan berkelanjutan.
“Setiap anak perlu ditimbang dan diukur tinggi badannya secara rutin. Bila selama tiga bulan berturut-turut pertumbuhan tidak meningkat, pengasuh harus segera berkoordinasi dengan tenaga kesehatan. Pencegahan dini jauh lebih efektif daripada penanganan terlambat,” jelasnya.

Sementara itu, Ancelma Rayi Sari Pranasti, S.Gz., RD, ahli gizi dari RSA UGM, menjelaskan bahwa banyak kasus gangguan pertumbuhan berawal dari keterlambatan pemberian makanan keluarga dan ketidaksesuaian tekstur. Ia mendorong pengasuh agar aktif memperkenalkan makanan bergizi dengan cara menyenangkan, seperti melalui food play atau permainan mengenal warna dan rasa.
“Anak perlu belajar menikmati proses makan. Ketika anak memiliki pengalaman positif dengan makanan, maka kebiasaan makan sehat akan terbentuk secara alami,” katanya.
Melalui kegiatan ini, Kemendukbangga/BKKBN berharap Ruang Belajar TAMASYA menjadi wadah pembelajaran berkelanjutan yang tidak hanya meningkatkan pengetahuan pengasuh, tetapi juga menumbuhkan jejaring kerja di antara pengasuh, tenaga kesehatan, dan orang tua.
Dengan pengasuhan yang baik, anak-anak akan tumbuh sehat dan bahagia, orang tua dapat bekerja dengan tenang, dan masyarakat pun semakin berdaya. Karena sejatinya, investasi terbaik bangsa dimulai dari cara keluarga merawat tumbuh kembang anak-anak.
