FP 2030: Upaya Kapitalisasi Bonus Demografi untuk mempercepat kesejahteraan rakyat dan menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia

Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan kegiatan FP2030 Asia-Pacific Focal Points/South-South Learning Workshop bersama FP2030 Asia-Pasifik dan UNFPA Indonesia pada 08-10 Oktober 2025 di Nusa Dua, Bali.

Dalam pembukaan kegiatan tersebut, Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Sekretaris Utama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (Kemendukbangga/BKKBN), Prof. Budi Setiyono, Ph.D, menyampaikan penghargaan dan apresiasi atas terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah saat membuka Kegiatan FP2030 Asia-Pacific Focal Points/South-South Learning Workshop tahun 2025.

Meskipun kawasan Asia dan Pasifik masih menghadapi berbagai tantangan dalam bidang keluarga berencana dan kependudukan yang memerlukan komitmen bersama lintas sektor, namun Prof. Budi mengatakan bahwa kawasan ini juga telah menunjukkan kemajuan yang signifikan. Salah satu capaian penting adalah semakin diakuinya keluarga berencana bukan sekadar isu kesehatan reproduksi, melainkan juga isu fundamental yang berkaitan dengan tata kelola demografi, hak asasi manusia, kesehatan, kesetaraan gender, serta pembangunan berkelanjutan.

Prof Budi mengatakan, Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto semakin menegaskan komitmennya untuk membangun bangsa yang sejahtera, berkeadilan, dan tangguh di pentas internasional.

Visi pembangunan Presiden dalam Asta Cita menekankan pentingnya investasi dalam sumber daya manusia, penguatan ketahanan keluarga, pemberdayaan perempuan, pemuda dan penyandang disabilitas sebagai landasan masa depan Indonesia.

Sejalan dengan prioritas nasional, Kemendukbangga/BKKBN terus memastikan bahwa inisiatif kependudukan, kesehatan reproduksi, dan pemberdayaan keluarga berkontribusi langsung terhadap peningkatan kualitas sumber daya manusia menuju cita-cita Indonesia Emas 2045.

Upaya-upaya ini memainkan peran penting dalam mengurangi stunting, mengoptimalkan tumbuh kembang anak, mencegah pernikahan dini, dan memperluas kesempatan yang setara bagi perempuan dan kaum muda untuk mencapai potensi penuh mereka. Selain itu, perhatian pemerintah juga menyentuh kaum lansia, agar mereka tetap bisa menjalani hidup yang prima di hari tua.

Keberhasilan Indonesia

“Selama lima dekade terakhir, Indonesia telah mencapai kemajuan luar biasa dalam pengelolaan kependudukan,” ujar Prof. Budi.

Melalui program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Bangga Kencana), Indonesia berhasil menurunkan Total Fertility Rate (TFR) dari 5,6 pada 1970 menjadi 2,11 pada 2024, menandai transisi bersejarah yang mengantarkan negara mencapai era bonus demografi.

Program ini, termasuk di dalamnya program KB, bertujuan untuk mempertahankan pertumbuhan penduduk yang seimbang (replacement level) pada angka TFR 2,1. Sehingga membuka dan memperluas peluang bagi kemajuan sosial dan ekonomi.

Lebih dari sekadar mengelola jumlah penduduk, Prof. Budi mengatakan, program Bangga Kencana merupakan strategi komprehensif untuk meningkatkan sumber daya manusia. Dengan mendorong jarak kelahiran yang sehat dan akses yang luas terhadap kontrasepsi modern, keluarga Indonesia lebih mampu merencanakan hidup mereka.

Termasuk memungkinkan para ibu untuk merawat anak-anak mereka secara optimal, mengurangi angka kematian ibu, mencegah stunting, dan menciptakan peluang yang lebih besar bagi partisipasi perempuan dalam dunia kerja.

“Bersama-sama, hasil-hasil ini berkontribusi pada keluarga yang lebih kuat dan bangsa yang lebih produktif”, terang Prof Budi.

Prof. Budi juga menegaskan bahwa Indonesia menorehkan prestasi membanggakan dalam program Keluarga Berencana (KB) pascapersalinan, dengan capaian yang menempatkan Indonesia pada peringkat tertinggi di kawasan Asia-Pasifik. Keberhasilan ini mencerminkan komitmen kuat pemerintah dalam mengintegrasikan layanan KB ke dalam sistem kesehatan ibu dan anak, sekaligus menunjukkan peran kepemimpinan Indonesia di tingkat regional dalam bidang Keluarga Berencana.

Lebih lanjut, Indonesia siap berbagi pengalaman dan praktik baik dengan negara-negara di kawasan melalui kerja sama Selatan-Selatan yang saling menguntungkan, guna memperkuat kolaborasi dan mempercepat pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan dan ICPD PoA.

Siap Menjadi Macan Asia

Dipandu oleh visi kepemimpinan nasional yang kuat dari presiden Prabowo, Indonesia yakin berada di jalur yang tepat untuk menjadi “Macan Asia” berikutnya, mengikuti cerita sukses Jepang, Korea Selatan, Taiwan dan China. Program kependudukan dan pembangunan keluarga yang komprehensif, dapat berperan sebagai pilar penting bagi pertumbuhan yang inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan, serta memastikan terjadinya kapitalisasi bonus demografi.

Dengan 190 juta penduduk usia produktif yang mencapai 70% dari keseluruhan populasi, maka mereka dapat berkontribusi untuk mendongkrak produktifitas nasional dan akumulasi kapasitas fiskal yang meningkat. Tentu saja, kesempatan (window opportunity) tersebut harus dikelola dalam kebijakan tata Kelola yang terstruktur, berpeta-jalan yang jelas, dan responsive terhadap perubahan global.

Oleh karena itu, Indonesia harus dapat menuntaskan agenda yang berkaitan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), ketersediaan investasi dan lapangan pekerjaan yang memadai, serta kepesertaan jaminan kesehatan, jaminan sosial dan jaminan hari tua bagi seluruh penduduk.

Situasi Kependudukan Kawasan Asia Pasifik

Pada kesempatan yang sama hadir juga Direktur Pelaksana FP 2030 Pusat Regional Asia Pasifik, Sumita Banerjee, yang menyampaikan “Dari total 214 juta perempuan dengan unmet need di dunia, sebanyak 140 juta di antaranya berada di kawasan Asia dan Pasifik.

Angka ini mencerminkan hampir 65 persen unmet need global. Kondisi tersebut berkontribusi pada tingginya jumlah kehamilan yang tidak direncanakan, terutama di kalangan remaja. Setiap tahun, tercatat sekitar 21 juta kehamilan terjadi pada perempuan berusia 15–19 tahun, dan sebanyak 43 persen di antaranya merupakan kehamilan yang tidak diinginkan.

Selain itu. Setiap tahunnya tercatat sekitar 12 juta kelahiran terjadi pada perempuan berusia 15–19 tahun di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah (LMIC) di Asia dan Pasifik.

Angka kematian ibu di sejumlah negara di kawasan ini masih tergolong cukup tinggi berkisar rata-rata 140 s.d 155 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Sebagian besar kasus tersebut dipengaruhi jarak kelahiran yang terlalu dekat serta keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan reproduksi yang berkualitas dan merata.

Kondisi ini membawa dampak serius, tidak hanya bagi kesehatan para remaja, tetapi juga bagi kelanjutan pendidikan serta masa depan ekonomi mereka,” tambahnya.

Sementara itu, hadir juga UNFPA Indonesia Representative Hassan Mohtashami, yang berkomitmen untuk mempercepat kemajuan menuju Tiga Hasil Transformasi yang tujuan akhirnya pada tahun 2030, yaitu zero unmet need; zero unmet need for family planning; zero preventable maternal deaths; and zero gender-based violence and harmful practices.

“UNFPA menyediakan dukungan teknis dan panduan berbasis bukti untuk memastikan bahwa semua upaya keluarga berencana mematuhi prinsip-prinsip hak asasi manusia: non-diskriminasi, persetujuan berdasarkan informasi, availability, accessibility, acceptability, and quality (AAAQ) ,” ucap Hassan.

Dalam kesempatan ini, Hassan juga menyampaikan bahwa UNFPA juga bangga dapat memfasilitasi kepemimpinan Indonesia dalam Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular (SSTC). Indonesia memberikan pembelajaran berharga bagi negara-negara lain dalam upaya memperluas akses terhadap layanan Keluarga Berencana (KB).

Dihadiri 14 Negara

Pertemuan FP2030 dihadiri para pemimpin, mitra, dan advokat regional yang memiliki visi bersama dalam memajukan Keluarga Berencana (KB), kesehatan reproduksi, dan kesetaraan gender di seluruh kawasan Asia-Pasifik bersama dengan FP2030 Asia-Pasifik, UNFPA Indonesia, dan Kementerian Sekretariat Negara Indonesia.

Pertemuan ini mempertemukan para Focal Point dari 14 negara, yang mewakili pemerintah, UNFPA, lembaga donor, masyarakat sipil, lembaga penelitian, sektor swasta, dan perwakilan pemuda yang tentunya akan memperkaya diskusi.