Pengendalian Kelahiran Kunci Pencegahan Stunting

Program Keluarga Berencana (KB) dan Kesehatan Reproduksi (KR) sangat berperan penting dalam perkembangan penduduk dan pembangunan keluarga karena dapat mewujudkan penduduk tumbuh seimbang dan peningkatan kualitas penduduk pada seluruh dimensi kependudukan.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Sekretaris Utama BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S.Sos, M.Pol.Admin, Ph.D, ketika membuka kegiatan Konsolidasi Kuantitatif Alat/Obat Kontrasepsi (alokon) Tahun Anggaran 2026 dan Penyelarasan Program Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Tahun 2025 di Tangerang, Banten, Senin (30/06/2025).

Menurut Prof. Budi, upaya membangun kualitas penduduk tak hanya bergantung pada jumlah, tetapi juga pada bagaimana setiap individu lahir, tumbuh, dan berkembang dalam keluarga yang sehat dan terencana. Di sinilah program KB dan KR memainkan peran strategis.

Program ini tidak hanya mengatur jarak dan jumlah kelahiran, tetapi juga berkontribusi langsung dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta mencegah stunting. “Melalui perencanaan keluarga yang tepat, risiko kehamilan yang dikenal sebagai “empat terlalu”—terlalu muda, terlalu tua, terlalu sering, dan terlalu banyak—dapat dicegah lebih dini,” ujar Prof. Budi.

Prof. Budi mengatakan, dalam Rencana Strategis 2025–2029, Kemendukbangga/BKKBN menetapkan arah kebijakan yang berfokus pada peningkatan akses dan kualitas layanan KB dan KR yang komprehensif.

Pelayanan ini ditargetkan berbasis kewilayahan dan memperhatikan segmentasi sasaran. Dua indikator strategis menjadi tolok ukurnyq, yaitu proporsi kebutuhan KB yang terpenuhi dengan metode modern dan penurunan angka kehamilan yang tidak diinginkan.

Sementara itu, tiga indikator program yang terus diperjuangkan adalah angka prevalensi kontrasepsi modern (mCPR), kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet need), dan proporsi pasangan usia subur dengan kehamilan risiko tinggi.

Capaian program hingga 2024 menunjukkan bahwa mCPR berada pada angka 61,7 persen dari target 63,41 persen, unmet need 11,1 persen dari target 7,40 persen, dan MerodenKontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada angka 25,5 persen dari target 28,39 persen. Satu capaian yang telah memenuhi target nasional adalah angka kelahiran remaja (ASFR) sebesar 18 per 1.000 wanita usia subur.

Sebagai upaya percepatan, Kemendukbangga/BKKBN meluncurkan lima inisiatif Quick Wins, yaitu Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting (GENTING), Taman Asuh Sayang Anak (TAMASYA), Gerakan Ayah Teladan (GATI), Lansia Berdaya (SIDAYA) dan Super Apps tentang Keluarga yang mengedepankan inovasi, teknologi, dan pendekatan kolaboratif.

Namun, sebaik apa pun kebijakan dirancang, keberhasilannya tetap ditentukan oleh sejauh mana program-program tersebut diterjemahkan menjadi aksi nyata di lapangan, di mana keterilibatan stakholder sangat berperan penting.

•⁠ ⁠Alat Kontrasepsi

Terkait ketersediaan alat kontrasepsi, Prof. Budi menjelaskan bahwa hal itu menjadi faktor krusial dalam menjaga keberlanjutan program pengendalian penduduk. Minimnya pasokan dan anggaran berisiko mengganggu keseimbangan struktur penduduk serta pencapaian bonus demografi nasional.

Prof. Budi juga mengungkapkan hasil evaluasi yang dilakukan tahun 2025 yang menunjukkan ketimpangan distribusi alat dan obat kontrasepsi antar wilayah. Beberapa daerah mengalami kelebihan stok, sementara lainnya kekurangan. Untuk itu, Kemendukbangga/BKKBN melakukan mobilisasi stok atau distribusi dinamis lintas wilayah agar distribusi lebih merata.

Namun, tantangan utama datang dari sisi anggaran. Dari kebutuhan ideal tahun 2024 berkisar Rp850 miliar, alokasi anggaran 2025 hanya sekitar Rp200 miliar. “Dengan kondisi saat ini, stok diperkirakan hanya cukup sampai September 2025,” ujar Prof. Budi. BKKBN akan mengajukan pembukaan blokir anggaran kepada Presiden agar program tetap berjalan.

Ia menambahkan, jika suplai alokon tidak mencukupi, lonjakan kelahiran bisa terjadi. Struktur penduduk yang saat ini relatif seimbang bisa kembali melebar di kelompok usia, menimbulkan tekanan terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan tata ruang.

Dengan sekitar 40 juta pasangan usia subur (PUS) di Indonesia, kebutuhan kontrasepsi harus dihitung secara cermat di setiap provinsi. Untuk itu, Kemendukbangga/BKKBN mengajak pemerintah daerah menyusun proyeksi kebutuhan secara realistis dan berbasis data.

Di tengah keterbatasan, Kemendukbangga/BKKBN juga terus mendorong upaya KB mandiri, termasuk melalui edukasi publik dan metode tradisional seperti sistem kalender. “Pengendalian penduduk bukan hanya tugas negara. Perlu kesadaran keluarga sebagai bagian dari solusi,” kata Prof. Budi.

Prof. Budi menyampaikan dalam momentum Hari Keluarga Nasional (Harganas) 2025, Kemendukbangga/BKKBN menegaskan pentingnya membangun kualitas keluarga melalui gizi, pendidikan, dan kesehatan. “Kami ingin SDM Indonesia siap bersaing secara global pada 2045,” ujarnya.

•⁠ ⁠Ledakan Penduduk

Sebagai penyelenggara kegiatan, Dr. Drs. Wahidin, M.Kes, Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi Kemendukbangga/BKKBN, mengatakan, “Isu kontrasepsi sangat serius. Kalau gagal dipenuhi, negara berisiko mengalami ledakan penduduk, yang dampaknya justru akan jauh lebih mahal secara anggaran,” katanya.

Wahidin juga menegaskan bahwa kontrasepsi penting dalam mencegah stunting. “Kelahiran yang tidak direncanakan bisa memperbesar risiko stunting. Maka, kendali kelahiran jadi kunci,” ujarnya.

Saat ini, 97 persen pengguna kontrasepsi adalah perempuan. Wahidin berharap ada inovasi kontrasepsi untuk laki-laki agar peran lebih merata. “Pilihan untuk pria masih sangat terbatas. Kita butuh terobosan,”.

Kegiatan konsolidasi ini dilaksanakan dari 30 Juni hingga 3 Juli 2025, dengan jumlah peserta sebanyak 101 orang, berlangsung secara luring. Peserta terdiri dari Ketua Tim KBKR Provinsi se-Indonesia, Tim Kuantifikasi Kemendukbangga/BKKBN pusat dan komponen terkait lain yang terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program KB dan Kesehatan Reproduksi.