Struktur Penduduk Indonesia Berubah, Bukan Lagi Berbentuk Candi Borobudur Melainkan Monas

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. H. Wihaji, S.Ag., M.Pd, menyambangi mantan Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN pada Kabinet Pembangunan V tahun 1993, Prof. Haryono Suyono, MA, Ph.D, di kediamannya, Senin (28/10/2014).

Mereka berdiskusi tentang tantangan kependudukan dan pembangunan keluarga saat ini dan masa yang akan datang untuk menuju Indonesia Emas 2045. Mengingat kepemimpinan Haryono Suyono ketika BKKBN berbentuk kementerian, dalam program kependudukan melalui keluarga berencana berhasil menurunkan Total Fertility Rate (TFR), sehingga berdampak pada struktur penduduk Indonesia saat ini.

“Saya belajar bagaimana sejarahnya, goalnya apa. Ini luar biasa. Artinya, jaman dulu sudah dibentuk seperti ini (kementerian) dan sekarang kejadian (menjadi kementerian lagi). Saya membayangkan kalau nggak ada BKKBN dulu gimana Indonesia sekarang,” jelas Wihaji.

Ia juga mengungkapkan perlunya penanganan yang berbeda antara penduduk usia produktif dan tidak produktif menyangkut pemanfaatan bonus demografi. Jangan pula sampai tenaga kerja yang produktif ada, namun tidak ada lowongan pekerjaan.

“Harus ada treatment. Kita bisa membaca dalam lima sampai 10 tahun ke depan. Ini yang perlu kita siapkan sebagai treatment. Bonus demografi kalau tidak hati-hati, kalau tidak di treatment juga jadi bonus pengangguran,” tambahnya.

Wihaji juga berharap ada satu sistem pendataan terintegrasi yang bisa digunakan seluruh kementerian/lembaga sebagai dasar untuk memberikan intervensi yang tepat sasaran.

Pesan Haryono Suyono

Sementara Haryono Suyono dalam pertemuan itu menganalogikan struktur penduduk pada zaman kepemimpinannya di Kementerian Kependudukan/BKKBN dulu adalah berbentuk seperti candi borobudu, kini telah berganti bentuk seperti monumen nasional dengan ujung atasnya lonjong seperti pentol korek api.

“Dinamakan kayak borobudur, bawahnya besar lalu kemudian mengecil baru membesar lagi, kemudian mengecil lagi. Nah, itu selama 40 tahun kita ratakan. Alhamdulillah, sekarang tidak ada lagi. Piramida penduduk sekarang bentuknya seperti monumen nasional, lonjong begitu. Lalu di atasnya ada puncaknya seperti candi Prambanan, tapi di atasnya ada pentolan seperti pentolan korek api. Yang di atas seperti pentolan ini adalah lansia,” jelas Haryono Suyono.

Ia berpesan agar jajaran Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN pada Kabinet Merah Putih ini bisa berfokus kepada penanganan keluarga pra sejahtera yang hampir 90% nya adalah keluarga miskin.

“Konsentrasi dalam minimal tiga tahun pertama ini keluarga pra sejahtera, itu otomatis akan menyelesaikan kemiskinan, menyelesaikan stunting, dan menyelesaikan keluarga-keluarga yang tersisihkan karena pra sejahtera,” papar Haryono.

Menurut Haryono, keluarga pra sejahtera jumlahnya relatif besar. Keluarga-keluarga pra sejahtera merupakan kelompok keluarga yang buta aksara, keluarga yang tidak punya kerja, keluarga yang memiliki lansia jompo dan keluarga yang tidak mempunyai semangat untuk hidup.

“Dan ini bisa diselesaikan dengan mudah kalau ada gotong royong antara pemerintah dan masyarakat,” ujar Haryono.

Tak lupa Haryono berpesan pentingnya melibatkan para jurnalis media massa secara aktif dalam menyebarluaskan isu-isu terkait kependudukan dan pembangunan keluarga seperti yang pernah ia lakukan secara masif.

Selain itu, mengkolaborasikan kearifan lokal masing-masing daerah adalah salah satu strategi penting untuk keberhasilan program-program yang diusung Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN ke depan.

Peran Pendidikan untuk Meraih Indonesia Emas 2045

Haryono berharap di tahun 2045 tingkat pendidikan tinggi di masyarakat sudah tinggi walaupun saat ini para lulusan sarjana sudah menyebar di seluruh wilayah Indonesia.

“Jadi (lulusan) sarjana sudah cukup menyebar hampir di semua daerah, tidak hanya Jawa dan Bali. Ini harus menjadi semacam pemicu dari mereka yang tamatan SMP dan SMA untuk mengembangkan pendidikan,” katanya.

Namun kesiapan para tenaga kerja tersebut juga harus dibarengi dengan pengalaman lapangan yang baik agar mempunyai kapabilitas kerja yang tinggi, ungkapnya.

Pertemuan ini juga dihadiri Wakil Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Wakil Kepala BKKBN, Isyana Bagoes Oka, S.Sos; Sekretaris Menteri, Drs. Tavip Agus Rayanto, M.Si; dan Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd.