Previous slide
Next slide

Penurunan Kemiskinan Stagnan, Pemerintah Baru Diusulkan Bentuk Kementerian Kependudukan/BKKBN

Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan mengusulkan agar Presiden terpilih Prabowo Subianto membentuk kementerian yang menangani persoalan kependudukan dan kemiskinan.

Hal ini mengingat kedua permasalahan tersebut harus ditangani melalui satu pintu. Dengan begitu, penanganannya akan berjalan efektif, efisien, satu penanggungjawab, sehingga bisa dilakukan percepatan.

“Nama kementerian itu bisa saja Kementerian Kependudukan/BKKBN,” ujar Drs. Lalu Sudarmadi, MPIA dari Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan pada acara ‘Ngobrol Bareng Media: Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan, Mencari Solusi Untuk Pemimpin Baru’, Jumat (27/9/2024), di Jakarta.

Lalu Sudarmadi mengklaim bahwa Prabowo Subianto merupakan sosok yang diketahuinya selalu memberikan perhatian sangat besar terhadap masalah kemiskinan. “Beliau selalu bicara soal kemiskinan di sejumlah pertemuan. Termasuk ketika berada di Singapura dan Doha,” ungkap Lalu Sudarmadi.

Menurut Lalu Sudarmadi, selama ini penanganan kemiskinan selalu menjadi perhatian pemerintah yang berkuasa. Ditandai jumlah kementerian/lembaga (K/L) yang menangani bertambah. Termasuk alokasi anggarannya.

“Namun, setiap lima tahun (saat pemerintahan berganti) angka kemiskinan stagnan di angka 25-35 juta jiwa,” ungkap Lalu Sudarmadi yang juga mantan Sekretaris Utama BKKBN dan Pengamat Sosial Kemasyarakatan.

Ia juga menyorot program percepatan penurunan stunting, dengan dukungan anggaran sebesar Rp 30 triliun. Anggaran sebesar itu dialokasikan untuk 18 K/L. Efektifitas intervensinya pun dipertanyakan mengingat ditangani begitu banyak K/L.

“Pengelolaan penanganan kemiskinan dan pencegahan stunting perlu ditata. Apalagi kementerian punya ego sektoral. Sebaiknya penanganannya melalui satu pintu,” ujar Lalu Sudarmadi menyarankan.

Ia juga mengingatkan agar penanganan kemiskinan yang ditargetkan turun menjadi 15 juta jiwa dilakukan secepat mungkin. “Pak Prabowo mungkin ingin tidak usah belajar lagi. Langsung gaspol. Kalau dibentuk lembaga baru butuh waktu untuk ‘tune in’, operasional,” ujar Lalu.

Untuk bisa satu ‘frame’ pemikiran dengan calon presiden Prabowo, Lalu Sudarmadi menekankan, “Jangan buat lembaga baru tapi lebih baik transformasi ke lembaga yang ada. Ditambah saja fungsinya. Jadi, satu lembaga saja yang bertanggungjawab. Lembaga yang dekat untuk itu adalah Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).”

Menurut Lalu Sudarmadi, BKKBN memiliki ‘track record’ yang cukup baik, memiliki data mikro yang diakui paling bagus. Ada petugas penyuluh lapangan yang tersebar di pelosok tanah air. Sementara resources-nya tertuju pada satu target dan sasaran, yaitu keluarga.

Agar pengentasan kemiskinan berjalan optimal dan cepat, menurut Lalu Sudarmadi, ” Pemerintah harus berani ‘out of the box’.” Ia juga meminta Presiden agar masalah kemiskinan dan kependudukan dipantau terus. “Fasenya sekarang bahagia sejahtera, setelah Total Fertility Rate (TFR) 2.1 sudah dicapai,” tambahnya.

Sementara Deputi Bidang Advokasi, Penggerakan, Informasi (Adpin) BKKBN, Drs. Sukaryo Teguh Santoso, M.Pd, mengatakan bahwa isu kemiskinan menjadi prioritas yang harus segera ditangani dan lebih fokus. BKKBN sendiri tengah mempersiapkan kebijakan strategis yang baru. “Tinggal kesepakatan dan finalisasi,” ujar Teguh.

Menurut Teguh, kependudukan dan kemiskinan sejak awal menjadi isu besar. Apakah di periode 2025-2029 menjadi isu strategis? “Itu tantangan tersendiri,” ucap Teguh., seraya menandaskan bahwa negara dengan populasi penduduk 270 juta jiwa ini berharap bisa hidup ayem tentrem sejahtera.

Untuk mewujudkan hal itu, Teguh mengatakan masih dibutuhkan “political will” dari pemerintah, meski sesungguhnya pemerintah sudah berusaha keras menurunkan kemiskinan melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 Tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.

“BKKBN sendiri sebagai K/L patuh melaksanakan UU dan kebijakan yang disepakati oleh pemerintah saat ini. Apapun BKKBN akan menjalankan fungsi yang dimandatkan,” tandas Teguh.

Ia juga menambahkan bahwa media massa memiliki kekuatan luar biasa dalam mendukumg implementasi kebijakan kependudukan. “Capaian kinerja BKKBN saat ini kontribusi besar dari rekan-rekan media,” ujar Teguh.

  • Berawal Dari Keluarga

Adapun Ambar Rahayu yang juga dari Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan, menegaskan Indonesia membutuhkan keberadaan lembaga yang bisa membawa bangsa ini menuju Indonesia Emas 2045. Tentu berkait dengan pembangunan keluarga berkualitas.

“Untuk membangun SDM berkualitas emas tentu berawal dari keluarga. Ini harus dikedepankan. Termasuk penguatan transformasi tadi,” ujar Ambar yang juga adalah Ketua Umum Andalan Kelompok UPPKA (AKU).

Diketahui, belakangan ini fenomena perkawinan meningkat, diikuti tren perceraian yang juga demikian. “Karena itu, pembangunan keluarga menjadi penting,” ujar Ambar.

Diakuinya, cukup banyak lembaga yang memiliki program pembangunan keluarga. Tapi yang mempunyai struktur kelembagaan dengan pejabat eselon satu adalah BKKBN. “BKKBN adalah lembaga yang secara utuh menangani siklus hidup manusia, mulai dari dalam kandungan hingga usia lanjut,” urai Ambar yang pernah menjabat Sekretaris Utama BKKBN.

Ke depan, menurut Ambar, penanganan masalah kependudukan, kemiskinan dan pembangunan keluarga tidak cukup ditangani oleh BKKBN yang hanya sebuah lembaga. “Perlu kekuatan untuk memgkoordinasikan dan sinkronisasi programnya,” jelas Ambar.

Ia menambahkan bahwa pembangunan kependudukan dan keluarga tidak bisa dipisahkan. “Harus holisttik,” tandasnya. “Dan investasi generasi muda harus ditangani oleh lembaga yang punya program terkait siklus hidup,” tambahnya.

  • Pembangunan Karakter

Sementara itu, Dr. Soni Soeharso, juga dari Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan, menilai pentingnya menghadirkan program perubahan iklim berbasis keluarga. “Misal, keluarga peduli iklim,” ujar Soni yang kesehariannya adalah Staf Ahli Kementerian Lingkungan Hidup.

“Ke depan, BKKBN harus menyentuh juga program pembangunan karakter, jiwanya. Karena kesehatan mental kita buruk,” ujar Soni, dengan mencontohkan bahwa Inggris memiliki Kementerian Kebahagiaan. Demikian juga Kanada.

“Indonesia perlu punya Menteri Pengentasan Kemiskinan dan Peningkatan Kebahagiaan,” ujar Soni memberikan opsi lain nama kementerian yang perlu dipertimbangkan presiden terpilih.

Masih dari Kaukus Kependudukan dan Pengentasan Kemiskinan, Dr. Mulyono, mengutip catatan era orde baru (Orba), mengatakan sepanjang periode itu kemiskinan berhasil diturunkan secara drastis, di mana saat awal Orba tahun 1970 jumlahnya mencapai 69-70 persen.

“Saat pemerintah Orba berakhir (1988), kemiskinan tinggal 11 persen,” paparnya. Namun, sejak era reformasi, menurut Mulyono, tidak ada lagi kementerian yang langsung menangani kemiskinan.

Menurut Mulyono, BKKBN memiliki jaringan yang luar biasa sampai ke bawah. “Dulu, ada program Tabungan Keluarga Sejahtera/Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Takesra Kukesra) yang diinisiasi BKKBN. Jumlahnya 600.000 kelompok, berada di desa desa,” urainya. Sayangnya, kini kelompok itu tidak terdengar lagi.

Lebih jauh Mulyono mengatakan, tahun 2000, Indonesia pernah meneken kesepakatan MDGs. Isinya antara lain penurunan kemiskinan. Di akhir MDGs 2015 target 50% penurunan kemiskinan tak tercapai. Indonesia gagal.

Selanjutnya Indonesia meratifikasi Sustainable Development Goal (SDGs). Namun, kata Mulyono, tidak ada satu pun kementerian yang menangani SDGs.

“Ini adalah kesempatan untuk BKKBN karena punya jaringan, fasilitas, pengalaman. BKKBN punya posisi strategis di situ,” terang Mulyono.

Open chat
BE Radio Indonesia
Selamat datang di layanan Whatsapp Interaktif BE Radio Indonesia! ada yang bisa kami bantu?