Sejarah Dibalik Lahirnya Hari Keluarga Nasional Tanggal 29 Juni

Tanggal 29 Juni bagi sebagian masyarakat Indonesia hanyalah sebuah hari biasa. Boleh jadi demikian. Karena semaraknya di tengah masyarakat belum begitu menggaung. Padahal di tanggal itu, sejak 32 tahun lalu, bangsa ini telah memiliki Hari Keluarga Nasional (Harganas).

Sejatinya, Hari Keluarga Nasional diperingati gegap gempita, dari Sabang hingga Merauke, dari Miangas hingga Rote. Sayangnya, hari itu masih diperingati secara terbatas. Masih banyak masyarakat belum mengetahui Hari Keluarga Nasional, apalagi arti pentingnya. Sehingga mereka belum larut ke dalamnya.

Kalaupun mendengar, mereka masih menganggapnya sebagai peringatan biasa, tanpa makna. Mungkin lantaran Harganas belum menjadi hari libur nasional. Padahal, Hari Keluarga Nasional memiliki nilai-nilai dasar bagi Indonesia untuk bertumbuh dan berkembang menjadi sebuah negara maju, sejahtera dan berketahanan.

Setidaknya ada 8 Fungsi Keluarga yang diinisiasi oleh kementerian ini yang menjadi salah satu landasan utama untuk mewujudkan keluarga sejahtera menuju Generasi Emas dan Indonesia Emas di 2045. Termasuk pula lima program percepatan atau Quick Wins Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN.

Ke-8 Fungsi Keluarga dimaksud adalah fungsi agama, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, ekonomi dan pembinaan lingkungan.

Sementara lima quick wins yang menjadi garda terdepan program Kemendukbangga/BKKBN kekinian adalah Gerakan Orangtua Asuh Cegah Stunting), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), Lansia Berdaya (SiDaya), dan Super Apps Keluarga Indonesia.

  • Keluarga Sumber Kekuatan Pembangunan

Hari Keluarga Nasional ditetapkan di era kepemimpinan Presiden Soeharto, dengan Kepala BKKBN ketika itu dijabat Prof. Dr. Haryono Suyono (periode 1988-1989). Tentang lahirnya Harganas, Prof. Haryono Haryono dalam sebuah wawancara eksklusif dengan penulis, pernah menjelaskan bahwa Hari Keluarga Nasional muncul dan digagas setelah diundangkanya UU nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yang disahkan oleh Presiden setelah disetujui DPR.

Pengesahan Hari Keluarga Nasional yang sangat penting itu berlangsung secara bertahap. Kala itu, para Deputi dan Kepala Biro BKKBN menggelar rapat khusus untuk memilih hari yang dianggap tepat untuk disahkan Presiden.

Prof. Haryono Suyono selanjutnya menghadap Presiden Soeharto untuk memberi laporan tentang pilihan para deputinya. Sambil tersenyum Presiden memberi petunjuk agar diselidiki hari-hari penting prajurit dan para pemuda saat kembali ke tempat masing-masing setelah perang gerilya.

Pulang dari situ, Kepala BKKBN bergegas mengerahkan para Deputi dan staf untuk mencari hari yang dimaksud Presiden. Hari di mana para prajurit pulang ke tempat masing masing, berkumpul kembali dengan keluarga, selepas berjuang dan bertempur mempertahankan NKRI dari aneksasi penjajah.

Hari itu ditemukan, yakni 29 Juni di mana Pak Harto, demikian panggilan Presiden HM Soeharto kala itu, memimpin para prajurit kembali kepada keluarga di desa masing-masing. Ada yang pulang ke Yogyakarta. Ada yang menuju ke kampung halamannya di seluruh Indonesia dengan ceria.

Bertolak dari momentum itu, Pak Harto kemudian menetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional untuk diperingati oleh seluruh keluarga Indonesia di mana saja berada.

Lebih rinci, Prof. Haryono menjelaskan semua itu berawal di tahun 1945 ketika Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Namun situasi bangsa belum begitu kondusif. Bahkan untuk mempertahankan kemerdekaan, diberlakukan wajib militer bagi rakyat. Hal ini menjadikan mereka berpisah dengan keluarga.

Melalui perjuangan yang gigih, empat tahun kemudian, tepatnya pada 22 Juni 1949, Belanda menyerahkan kedaulatan bangsa Indonesia secara utuh. Seminggu kemudian, tepatnya pada 29 Juni 1949, para pejuang kembali kepada keluarga. Peristiwa inilah yang melandasi lahirnya Hari Keluarga Nasional.

Sebelum ditetapkan Presiden, Kepada Presiden Soeharto, Prof. Haryono menyampaikan tiga pokok pikiran terkait esensi Harganas. Pertama, mewarisi semangat kepahlawanan dan perjuangan bangsa. Kedua, tetap menghargai dan perlunya keluarga bagi kesejahteraan bangsa. Ketiga, membangun keluarga menjadi keluarga yang bekerja keras dan mampu berbenah diri menuju keluarga sejahtera.

Hari Keluarga Nasional lalu mendapat legitimasi pada 15 September 2014 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2014.

•⁠ ⁠Masalah Kependudukan yang Meningkat

Hari Keluarga Nasional ditetapkan pemerintah karena ada masalah kependudukan yang meningkat setelah kemerdekaan. Pada saat itu banyak terjadi pernikahan usia muda yang menyebabkan angka kematian ibu dan bayi tinggi.

Saat itu, pengetahuan keluarga tentang usia nikah amat rendah. Disamping adanya keinginan kuat untuk mengganti keluarganya yang gugur dalam peperangan, mengakibatkan perkawinan dini tinggi. Tentunya kesiapan yang kurang saat menikah dini, sekali lagi, sangat berpengaruh terhadap tingginya angka kematian ibu dan bayi ketika itu.

•⁠ ⁠Hari Kebangkitan Keluarga Indonesia

Dalam catatan lain, 29 Juni 1970 merupakan puncak kristalisasi pejuang Keluarga Berencana (KB) dalam memperkuat program KB. Tanggal tersebut dikenal dengan tanggal dimulainya Gerakan KB Nasional. Hari itu sebagai hari kebangkitan keluarga Indonesia. Hari bangkitnya kesadaran untuk membangun keluarga ke arah keluarga kecil bahagia sejahtera melalui Keluarga Berencana.

Penetapan 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional juga dilatarbelakangi pemberian penghargaan kepada rakyat Indonesia yang telah berjuang merebut dan mempertahankan kemerdekaan RI dengan meninggalkan keluarganya.

Hari Keluarga Nasional sendiri dimaksudkan untuk mengingatkan kepada seluruh masyarakat Indonesia akan pentingnya keluarga sebagai sumber kekuatan membangun bangsa dan negara. Keluarga diharapkan menjadi sumber yang selalu menghidupkan, memelihara dan memantapkan serta mengarahkan kekuatan tersebut sebagai perisai dalam menghadapi persoalan yang terjadi.

•⁠ ⁠Koordinator Pembangunan Keluarga Yang Lebih Komprehensif

Pada periode 1970-an, diketahui jumlah jiwa yang dilahirkan oleh seorang perempuan di usia produktif mencapai enam jiwa. KB di era itu kerap diplesetkan sebagai ‘Keluarga Besar’. Akibatnya, kemiskinan sulit dientaskan, lantaran kelahiran terbanyak juga terjadi pada keluarga-keluarga miskin.

Kini, era itu telah berlalu. Bahkan seolah dilupakan. Tertinggal hanya sebagai catatan sejarah belaka. Mengapa? Karena kekinian jiwa yang dilahirkan rerata sudah mendekati dua. Kemiskinan, perlahan, mulai beranjak teratasi, setidaknya diatasi lebih mendalam. Bolehlah pemerintah sedikit membusungkan dada mengingat dari sisi demografi tercatat dewasa ini Total Fertility Rate (TFR) negara ini berada pada angka 2,18 (BPS 2020).

Demikian halnya prevalensi stunting, berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) 2024, semakin menurun menjadi 19,8 persen saat ini dari target 18 persen di 2025. Sebelumnya, pernah tercatat di angka 30 persen, dan mulai menurun menjadi 21,5 persen di 2024 (Survei Kesehatan Indonesia-SKI), dan ditargetkan bertengger di 14 persen di 2029.

“Ketika dulu, keluarga Indonesia merupakan keluarga yang sangat berat tanggungannya. Tanggungan untuk membesarkan anak-anak. Tanggungan untuk menyekolahkan anak-anak. Tanggungan untuk mencarikan kerja agar anak-anak bisa melanjutkan kehidupan yang lebih baik,” ujar Prof. Haryono Suyono.

Kini, sebagian pelaku kependudukan dan pembangunan keluarga berharap Kemendugbangga/BKKBN mampu berperan untuk merangsang pertumbuhan kebutuhan akan strategisnya program pembangunan SDM yang berketahanan. Bahkan, kementerian ini harus menjadi koordinator dalam pembangunan keluarga yang lebih komprehensif. Dengan demikian, keberadaan kementerian ini tetap hadir di periode-periode ke depan.

Maka, seyogyanya di momentum Hari Keluarga Nasional tahun ini masyarakat semakin memahami, bahwa Kemendukbangga/BKKBN tidak saja melulu memberikan pelayanan kontrasepsi tapi juga menyodorkan program pembangunan keluarga yang lebih komprehensif, mulai dari pertumbuhan anak, remaja hingga lansia.

Selamat marayakan Hari Keluarga Nasional ke-32 Tahun 2025 untuk seluruh keluarga Indonesia.