Peran Ayah Harus Berubah Kalau Tidak Ingin Kehilangan Anak-Anak

Seorang ayah bukan hanya pencari nafkah. Lebih dari itu ayah adalah pemimpin keluarga, pelindung, pembimbing, dan sumber nilai-nilai kehidupan. Karena itu, ayah sangat berperan dalam membangun masa depan keluarga, masyarakat, bahkan bangsa. Sayangnya, peran ayah sering kali direduksi hanya sebatas pemberi uang bulanan. Padahal, anak-anak tidak hanya butuh materi. Mereka butuh kehadiran, keteladanan, dan kasih sayang seorang ayah.

Hal itu dikemukakan Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/Sekretaris Utama BKKBN, Prof. Budi Setiyono, S.Sos, M.Pol.Admin, Ph.D, pada kegiatan perdana Kelas Gerakan Ayah Teladan (GAT-Link) yang berlangsung secara hybrid di kantor Kemendukbangga/BKKBN, Jakarta, dan melalui zoom, Kamis (08/05/2025).

Menurut Prof. Budi, ayah adalah pilar keluarga, menjadi sekolah pertama bagi anak lelaki tentang bagaimana menjadi laki-laki sejati. Ayah juga adalah cinta pertama bagi anak perempuan yang kelak akan menjadi referensinya dalam mencari pasangan hidup. “Apa yang kita wariskan kepada anak-anak kita hari ini? Uang? Gelar? Atau teladan hidup?,” ujar Prof Budi setengah bertanya kepada peserta yang seluruhnya adalah ASN Kemendukbangga/BKKBN.

Dewasa ini dunia sudah berubah. Lantaran itu, Prof. Budi menilai peran ayah juga harus berubah. Teknologi berkembang pesat, nilai-nilai moral diuji setiap hari, dan peran orang tua pun semakin kompleks. “Kita tak bisa lagi menjadi ayah seperti zaman dulu: diam, otoriter, jarang bicara. Dunia anak-anak kita sudah berbeda. Dan kalau kita tidak ikut berubah, maka kita akan kehilangan mereka,”urai Prof. Budi mengingatkan.

Prof. Budi mengatakan, ayah teladan di zaman ini adalah ayah yang hadir secara emosional, mau mendengar, mau belajar, bahkan mau meminta maaf kalau melakukan kesalahan. Diingatkan juga agar seorang ayah tidak perlu malu menunjukkan kasih sayang. Dan jangan gengsi mengucapkan kata ‘Ayah sayang kamu.’ “Itu bukan kelemahan. Itu kekuatan,” ucap Prof. Budi dalam sambutannya yang memfokuskan pada tema “Menjadi Ayah Teladan di Zaman yang Penuh Tantangan”.

Dewasa ini, dalam pandangan Prof. Budi — dikuatkan dengan sederet penelitian — banyak ayah yang hadir secara fisik, tapi kosong secara emosional. Mereka ada di rumah, tapi pikiran dan jiwanya jauh. Sibuk dengan gawai, pekerjaan, atau urusan lainnya. Sementara anak-anak hanya menunggu satu hal: perhatian.

Penelitian menunjukkan bahwa waktu berkualitas antara ayah dan anak sangat mempengaruhi kepercayaan diri, prestasi akademis, dan stabilitas emosi anak. Tidak perlu mahal. Cukup 20 menit sehari: bermain, ngobrol, makan bersama, atau membaca cerita. Tapi lakukan dengan hadir penuh, tanpa distraksi.

“Mungkin ada di antara kita yang merasa terlambat. Anak-anak sudah remaja, atau bahkan sudah dewasa. Kita merasa gagal. Tapi ketahuilah, tidak ada kata terlambat untuk berubah. Kita tidak dituntut untuk menjadi sempurna, tapi kita dituntut untuk terus belajar. Minta maaf jika perlu. Peluk mereka. Bangun kembali hubungan yang mungkin sempat retak. Karena setiap langkah kecil yang kita ambil menuju perbaikan, akan berdampak besar pada hati anak-anak kita,” ujar Prof. Budi yang juga megingatkan agar jangan dilupakan peran Rohani seorang ayah.

“Ayah bukan hanya guru matematika atau pelatih sepak bola. Ayah juga imam keluarga. Dalam hal ini, peran spiritual ayah sangat penting. Bukan hanya menyuruh, tapi mengajak. Bukan hanya memerintah, tapi memberi contoh. Berdoalah bersama anak. Tunjukkan bahwa menjadi orang baik itu bukan beban, tapi kebanggaan. Jadikan rumah tempat yang damai, bukan ladang konflik. Sebab dari kedamaian rumah, lahirlah anak-anak yang damai jiwanya,” papar Prof. Budi.

“Kita tidak bisa memilih berapa banyak rezeki yang kita tinggalkan untuk anak. Tapi kita bisa memilih nilai-nilai hidup apa yang kita wariskan. Kita bisa meninggalkan rumah, mobil, atau harta. Tapi semua itu bisa habis. Yang tidak akan pernah habis adalah keteladanan dan cinta kasih. Mari, kita tinggalkan warisan terbaik untuk anak,” ujar Prof. Budi mengakhiri sambutannya.

Menyadari akan fenomena tersebut, Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, S.Ag, M.Pd, beberapa waktu lalu menginisiasi dan sekaligus membumikan sebuah program terobosan baru berupa Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI). GATI merupakan satu dari lima program quick wins Kemendukbangga/BKKBN. Lainnya adalah Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting), Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), AI SuperApp berbasis keluarga, dan Lansia Berdaya (Sidaya).

Sementara itu I Made Yudhistira Dwipayama, S. Psi, M.Psi, Kepala Biro SDM Kemendukbangga/BKKBN, dalam laporannya memaparkan data terkait jumlah ASN di lingkungan Kemendukbangga/BKKBN. Total keseluruhan ASN kemendukbangga/BKKBN mencapai 20.697 orang. Terdiri atas 7.080 ASN pria dan 13.617 ASN Perempuan. Sementara di kantor Kemendukbangga/BKKBN pusat mencapai 337 pria dan 503 perempuan.

“Yang cukup menarik dari assessment yang kami lakukan di lingkungan ASN Kemendukbangga/BKKBN tentang ‘Apakah Lelaki Yang Sukses dalam karir Harus Meninggalkan Keluarga’, hasilnya para ayah mengkhawatirkan masa depan keluarga dan anak-anaknya,” papar Made Yudhistira.

Open chat
BE Radio Indonesia
Selamat datang di layanan Whatsapp Interaktif BE Radio Indonesia! ada yang bisa kami bantu?