Indonesia menjadi salah satu negara yang paling banyak memiliki jumlah penduduk usia produktif. Data Kependudukan Bersih (DKB) Semester I Tahun 2024 (Kemendagri) menunjukkan jumlah penduduk usia produktif mencapai 196.558.195 jiwa, sekitar 69,68 persen dari total penduduk Indonesia sebanyak 282.477.584 jiwa.
Deputi bidang Pengendalian Penduduk, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN, Dr. Eng. Bonivasius Prasetya Ichtiarto, mengatakan mayoritas penduduk usia produktif ini menjadi modal besar untuk Pembangunan Nasional. Namun, Indonesia masih menghadapi tantangan seperti pernikahan dini, narkoba, dan masalah kesehatan mental di kalangan remaja.
“Nah, dari sisi yang positif ini (bonus demografi) kita juga melihat ada yang negatif, walaupun angka pernikahan usia remaja terus menurun, tapi masih cukup tinggi. Sebanyak 18 dari 100 perempuan berusia 15-19 tahun sudah memiliki anak yang artinya mereka sudah menikah. Ini menjadi ancaman kita seandainya tidak diantisipasi.”
Boni menggarisbawahi pernyataannya tersebut dalam Webinar Orientasi Sekolah Siaga Kependudukan Jenjang SMP/Sederajat yang dilaksanakan secara daring dan live di kanal Youtube Kemendukbangga_BKKBN, Selasa (21/10/2025).
Untuk menghadapi tantangan tersebut, Kemendukbangga/BKKBN menginisiasi program Sekolah Siaga Kependudukan (SSK). Tujuan program ini adalah untuk mendorong peserta didik memiliki pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran terhadap kondisi dan isu kependudukan di Indonesia, sekaligus menumbuhkan sikap dan perubahan perilaku berwawasan kependudukan.
“Program ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada siswa tentang isu-isu kependudukan, pentingnya perencanaan keluarga dan kesehatan reproduksi melalui integrasi materi kependudukan dan pembangunan keluarga ke dalam kurikulum sekolah, tanpa mengubah kurikulum nasional,” kata Boni.
Boni juga menyebutkan program PIK-R (Pusat Informasi dan Konseling Remaja). Program ini bertujuan untuk mencegah perilaku berisiko seperti seks bebas, pernikahan dini, merokok dan narkoba melalui pendekatan yang melibatkan teman sebaya.
Berdasarkan data Susenas 2018, sekitar 11% atau 1 dari 9 perempuan berumur 20-24 menikah sebelum berusia 18 tahun dan bahkan terdapat 0,56% prevalensi perempuan yang menikah sebelum usia 15 tahun.
Selain itu, menurut data Survey Penyalahgunaan Narkoba BNN-LIPI tahun 2019, prevalensi penyalahgunaan narkoba pada remaja sebesar 3,21 persen (2.297.492 jiwa). Sedangkan jumlah kasus coba pakai narkoba kelompok tersebut mencapai 57 persen (sumber KPAI dan BNN).
Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan, angka prevalensi merokok pada anak dan remaja di Indonesia dari 9,1 persen pada 2018, menurun menjadi 7,4 persen pada 2023. Meski demikian, pemerintah tetap mengimbau orang tua agar memastikan anaknya menjauhi rokok.
Boni berharap lebih banyak sekolah bergabung dalam program SSK untuk memastikan masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.
“Kolaborasi antara Kemendukbangga dan Kemendikdasmen bersama sekolah, guru, dan dinas pendidikan sangat penting untuk keberhasilan program ini. Dengan demikian, SSK diharapkan dapat menjadi bagian integral dari pendidikan di Indonesia, membantu mempersiapkan siswa untuk menjadi generasi penerus bangsa yang lebih baik,” harap Boni.



