Anak membutuhkan sosok ayah yang hadir di hati. Bukan hanya hadir secara fisik. Ini menjadi kunci bagi anak untuk tumbuh sehat dan kuat.
Hal itu dikemukakan psikolog Rafael Aditya Marjoto, M.Psi, saat tampil sebagai pembicara Kelas Orangtua Bersahaja Angkatan 2 (Bersahabat dengan Remaja) Bertemakan “Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan, Bagaimana Membangun Koneksi dengan Remaja”.
Acara ini dipancarluaskan melalui zoom, live di YouTube dan streaming beradioindonesia.id, Rabu (25/6/2025), diselenggarakan dalam menyongsong Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2025.
Membawakan tema “Keterlibatan Ayah dalam Pengasuhan”, Rafael melihat peran pengasuhan oleh ayah sangat penting bagi remaja. Mengapa? “Remaja sedang mencari jati diri dan sering mengalami naik-turun emosi. Ayah bisa menjadi tempat aman dan penyeimbang,” terang Rafael.
Menurut Rafael, kehadiran ayah yang hangat dan responsif pada anak akan berdampak menaikan kepercayaan diri anak, membantu anak mengolah emosinya dan memprediksi kesejahteraan psikologis anak. Caranya, mendengarkan apa yang disampaikan anak, berempati pada anak, menerima emosi dan pikiran anak tanpa menghakimi.
Kehadiran ayah yang memantau bukan mengontrol juga akan berdampak positif mengurangi perilaku berisiko pada anak tanpa merusak kemandirian anak. Bisa dilakukan dengan komunikasi terbuka, dan anak diberi ruang eksplorasi bertangungjawab.
Ayah yang terlibat dalam pendidikan anak juga berdampak meningkatkan prestasi dan aspirasi anak. Caranya, ayah menunjukkan minat atas prestasi anak, berdiskusi mengenai cita-cita dan masa depan, dan memberikan dukungan moral saat belum berhasil.
Yang juga berdampak positif adalah ayah menjadi panutan berperilaku positif bagi anak. Perilaku ini memengaruhi empati, keterampilan sosial, dan perkembangan moral remaja. “Bisa ditunjukkan melalui komunikasi yang sehat, semangat kerja, berempati pada orang lain, dan menunjukkan moralitas pada tindakan sehari-hari,” papar Rafael.
Rafael juga melihat perilaku ayah yang mendukung kemandirian anak akan mendukung kemandirian dan daya tahan stres pada anak. Hal yang bisa dilakukan ayah adalah membimbing anak dalam membuat keputusan, membiarkan anak menggali minatnya, mengajarkan anak mengelola konfliknya sendiri.
“Seorang ayah juga harus meluangkan waktu untuk berinteraksi langsung dengan anak, meluangkan waktu untuk dapat dijangkau oleh anak, bertanggungjawab untuk kesejahteraan dan merawat anak,” papar Rafael.

• Teman Sosmed
Sementara Yosi Mokalu, personel grup musik ‘Project Pop’, menggarisbawahi tentang kehidupan anak tempo doeloe dan anak jaman now. “Dulu komunikasi anak sebatas dengan guru, orang tua atau majalah. Gen Alfa atau anak sekarang punya kelebihan. Mereka punya teman sosial media (sosmed).”
Kemajuan teknologi di mana informasi datang sendiri lewat sosial media membuat anak memiliki reasoning kuat. “Walaupun ga ngerti, dia bisa jawab. Mereka punya pengetahuan, walau minim pengalaman,” ujar Yosi, seraya menambahkan larangan atau peraturan orang tua dengan krisis mereka bisa pertanyakan.
Solusinys, Yosi mengatakan, “Ada moment di mana orang tua harus benar benar berani mempercayai anak dan mempercayai cara mereka menemukan sendiri pengambilan keputusannya. Namun, demikian Yosi, masih banyak orang tua belum siap dengan kondisi itu.
Yosi juga mengingatkan di era kekinian orang tua harus pintar beradaptasi dengan pertumbuhan anak. Ada saatnya orang tua menerapkan aturan ketika anak masih kecil.
“Hukuman kepada anak adalah sebuah proses yang harus mengikuti pertumbuhan. Ada usia anak yang sudah tidak boleh dihukum. Sudah seharusnya sehabis marah orang tua tetap memberikan rasa aman dan nyaman kepada anak, seperti memeluk,” urai Yosi.
Menurut Yosi, di era teknologi digital dewasa ini yang membuat anak gampang depresi adalah bully, baik yang bersifat online ataupun offline. Secara statistik bully online lebih lama dari bully offline. “Jadi, mereka dibilang strawberry generation karena bully-nya dua jenis,” papar Yosi.
Mewakili Direktur Bina Ketahanan Remaja, Kemendukbangga/BKKBN, Ketua Tim Kelompok Kerja Pengembangan dan Promosi Bina Ketahanan Keluarga, Retno Dewanti mengemukakan bahwa keluarga adalah fondasi utama dalam pembangunan bangsa. Adapun komunikasi dalam keluarga adalah jantung dari ketahanan keluarga.
Untuk itu, Kemendukbangga/BKKBN menghadirkan program GATI. “Gerakan Ayah Teladan Indonesia atau GATI merupakan satu dari Quick wins kementerian untuk meningkatkan peran ayah. Tidak saja sebagai pencari nafkah tapi juga pendamping dalam tumbuh kembang anak secara utuh, emosional, dan sosial,” ujar Retno.
Hadir juga Bintang Ratu Rejeki, mahasiswi Fakultas Ekologi IPB, dan juga Duta IPB University Batch X. Ia menegaskan bahwa masa remaja merupakan masa perubahan, masa transisi fisik, emosional dan sosial. “Kita perlu dukungan dan arahan, bukan hanya aturan,” tandasnya.
