Sulawesi Barat masih menghadapi persoalan besar dalam penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem. Hal ini terlihat dari tren capaian dalam beberapa tahun terakhir.
Pada 2024, Sulawesi Barat berada pada peringkat ke-3 nasional tertinggi dalam angka prevalensi stunting sebesar 35,4%. Naik 5,1% dari tahun sebelumnya, serta angka kemiskinan yang juga meningkat di tahun yang sama.
Gubernur Sulawesi Barat, Suhardi Duka, dalam sambutannya pada lokakarya terkait penanganan stunting dan kemiskinan ekstrem yang digelar menyongsong peringatan Hari Keluarga Nasional 29 Juni 2025, menyampaikan bahwa kemiskinan dan stunting merupakan satu kesatuan.
“Orang miskin akan melahirkan generasi stunting. Target kita adalah menurunkan angka kemiskinan 1% setiap tahun, dan itu harus kita capai, apalagi yang namanya kemiskinan ekstrem,” katanya.

Kegiatan lokakarya yang selenggarakan pemerintah Sulawesi Barat itu bertajuk Evaluasi dan Persiapan Implementasi Penanganan Pencegahan Stunting dan Kemiskinan Ekstrim, digelar Senin (16/6/2025), di Aula Pertemuan Kantor Gubernur Sulawesi Barat, Mamuju.
Di depan peserta lokakarya yang dilaksanakan untuk menyatukan langkah dan persepsi seluruh pihak terkait, Gubernur Suhardi Duka juga menegaskan pentingnya memastikan anggaran yang cukup dan output jelas.
“Saya ingin menjalin hubungan dengan berbagai pihak, mitra kerja, LSM, Baznas. Baznas saya minta untuk fokus di kemiskinan, begitu juga dengan lembaga lain, PKK, Dharma Wanita dan Perwakilan BKKBN Sulawesi Barat untuk saling bersinergi dengan pemerintah provinsi untuk melahirkan generasi yang cerdas,” sambungnya.
Kenaikan angka stunting dan kemiskinan ekstrem di Sulawesi Barat menjadi cermin dan peringatan keras bagi semua pihak. Diakui bahwa pendekatan yang selama ini dilakukan belum cukup efektif dan parsial. Oleh karena itu tidak boleh lagi ada kerja sektoral yang berjalan sendiri-sendiri. Stunting dan kemiskinan adalah persoalan kompleks yang memerlukan kerja lintas sektor, lintas lembaga dan lintas disiplin.
